SOCCER DAN PERBANDINGAN IDEOLOGI ?



You are what you wear,


You are what you eat,


You are what you watch,


and... you are nothing




SOCCER & PERBANDINGAN IDEOLOGI ?. Perhelatan leg pertama Liga Champion Eropa baru saja usai, kekalahan 2 raksasa eropa Barca dan Madrid oleh Tim yang tidak terlalu diunggulkan oleh pecinta dan pengamat sepak Bola. Namun faktanya Bola bundar dan akan menggelinding tanpa bisa dipredikksi secara pasti kemana arahnya. Namun yang pasti, kedua laga semifinal Liga Champion menarik disaksikan, kenapa menarik ?. Jawaban sederhananya karena skor tipis, 2-1, dan 1-0. Skor tersebut mencerminkan bahwa kontestan dalam laga tersebut sekelas, sebanding, fair diadu dan dibandingkan. Pertandingan dengan skor 5-0, 10-0 sungguh sangat tidak menarik disaksikan. Itulah sekelumit kutipan yang diramu oleh penulis, setelah melihat, mendengar dan mengamati berbagai gosip, rumor, perbincangan, anak-anak, anak muda, cewek-cowok, kakek-nenek, ibu-bapak di dapur, di kantin, di warkop, di hotel, di kantor, di ruang kuliah, dan hampir disemua tempat. Bola telah menjadi sesuatu yang jika seseorang/ kelompok tidak mengupdate informasinya maka terasa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Para fans berperilaku seolah-olah pemain bintang, para fans juga mengimitasi cara berpakaian, style rambut, gaya jalan, farfum yang digunakan, hingga mungkin pakaian dalam yang digunakannya. Dalam kondisi ini, bisa dikatakan sepak bola telah menjadi bagian dari hidup anda. Sepak bola telah menjadi ideologi, the way of life, wrold view, dimana media massa dan industri sepak bola adalah para pembawa pesan, para pendakwah dan seterusnya...... :)





Apakah industri bola beridiri sendiri ?. Dalam artian tidak ada ideologi dominan yang menopangnya. Dan apakah ideologi hanya sebuah ide (immateril) yang terpisah dari praktik (materil) dalam kehidupan sehari-hari ?. Apakah benar bahwa Sejarah benar-benar telah berakhir seperti yang diramalkan oleh Francis Fukuyama dalam karya The end of History”, dimana ia meramalkan kemenangan Kapitalisme-neoliberal sebagai pemenang akhir atas pertarungan Ideologi-ideologi besar dunia. Di awal tahun 90-an tersebut kontestasi dunia dengan ideologi pun seakan berakhir, kapitalisme melenggang di panggung sejarah sebagai pemenang. Walaupun di referensi yang lain, prediksi benturan peradaban di masa depan, bahkan kini kian nyata di hadapan kita semua ?. “Perang sosial” yang terus dikobarkan oleh aktifis “Kiri” dan “Anarkisme” dan meraih hasil yang menurut saya spektakuler, misalnya aksi Black Block di Seattle tahun 1999 berhasil membatalkan pertemuan para kapitalis dunia dalam “pertemuan WTO”. Aksi petani yang membakar diri sebagai bentuk protes tertinggi terhadap kebijakan Global yang semakin memarjinalkan petani. Sejumlah aktifitas kolektif Global di dunia nyata dan maya melakukan hal serupa yang digerakkan oleh “kesadaran kemanusiaan” atas ketidakadialan Global yang terjadi. Bahkan para akademisi ekonomi menginginkan perlunya Revolusi Hijau ke-2. Dibelahan dunia yang lain, khususnya “di Timur Tengah” kian bergejolak. Perebutan kuasa dan panggung politik di dunia arab, senantiasa menghiasa layar kaca, berita di media massa tidak pernah absen dalam liputan dunia Arab. Bahkan yang paling mutakhir adalah, Rencana Israel dan AS menyerang Negeri Mullah Iran, sebagai satu-satunya representasi Negara Islam yang kokoh dan nyata menentang kesewenang-wenangan Israel di Palestina, dan ketidakadilan kebijakan Washington terhadap dunia Islam. Bahkan ketakutan negara-negara kapitalisme pusat akan bahaya “poros setan”. Bersatunya negara-negara bekas Komunis (Rusia, China, Korea dll) dengan Negara Islam (Iran dkk) menjadi ketakutan akan pecahnya PD III.





Membandingkan Ideologi tentu tidaklah semudah fenomena sepak bola seperti dikalahkannya Timnas dalam Laga pra piala dunia, dan kondisi geopolitik yang dipaparkan secara sederhana di atas. Ideologi selalu hangat diperbincangkan, diperdebatkan, karena senantiasa mereproduksi dirinya. Dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain. Bahkan dikalangan kajian-kajian kiri, perdebatan ideologi kian dinamis. Sebut saja yang terkenal adalah Louis Althuser, dan terakhir yang fenomenal adalah Zlavoj Zizek.





Secara garis besar, ada tiga Ideologi dunia yang senantiasa berbenturan di pentas sejarah, tanpa menafikan bahwa ada juga pseudoideology, ataupun varian-varian ideologi besar tersebut. Ketiganya adalah Islam, Kapitalisme dan Sosialisme. Walaupun Islam sebenarnya lebih tepat di sebut sebagai Din, Namun ada juga ahli dan pemikir yang megkategorikan sebagai Ideologi. Jika Ideologi dipandang sebagai pandangan hidup (world view).





Berikut adalah pengertian formal dari berbagai Kamus :





Merriam Webster Dictionary: visionary theorizing ; a systematic body of concepts especially about human life or culture; a manner or the content of thinking characteristic of an individual, group, or culture ; the integrated assertions, theories and aims that constitute a sociopolitical program.





Longman Dictionary : a set of beliefs on which a political or economic system is based, or which strongly influence the way people behave.





Oxford Advanced Learner: a set of ideas that an economic or political system is based on:


Marxist / capitalist ideology ; a set of beliefs, especially one held by a particular group, that influences the way people behave: the ideology of gender roles * alternative ideologies.





Berdasarkan pengertian di atas, maka secara mainstream, ketiga ideologi di atas ketiganya memenuhi kriteria. Eksplorasi selanjutnya fokus pada bagaimana ketiganya memandang individu, sosial dan relasi keduanya. Tentu saja tidak sebanding dan tidak sekelas jika, membicarakannya dalam konteks relasi individu, sosial dengan tuhan. Karena Kapitalisme ataupun sosialisme didasarkan pada filsafat materialisme, yang berbeda dengan Islam. Kira-kira itulah penjelasan kenapa ada tanda tanya (?) dalam judul tulisan ini. Namun dalam ranah sosial, ekonomi politik ketiga Ideologi tersebut layak diuji dan diadu :).





Di Indonesia, istilah ideologi secara umum digunakan secara ‘netral’ sebagai seperangkat gagasan yang relatif lengkap tentang dunia dan masyarakat (pandangan dunia), yang dimiliki kelompok tertentu. Jadi, kita dapati adanya ideologi kapitalisme, sosialisme, nasionalisme, Islam, dan sebagainya. Marx sendiri dalam The German Ideology, tidak menggunakan istilah ‘ideologi’ dengan arti seperti itu, melainkan dengan konotasi ‘negatif,’. Ideologi sebagai gagasan-gagasan imajiner (tidak sesuai dengan kenyataan) yang ‘melanggengkan’ tatanan sosial yang ada. Ideologi adalah seperangkat ajaran yang menjelaskan sebuah keadaan, sebagai sesuatu yang sebagaimana adanya, bahwa hal tersebut adalah benar adanya, padahal menipu, sebuah kesadaran palsu (False Consciousness). Singkatnya : “They do not know it but they are doing it-'sie wissen das nicht, aber sie tun es'. Dalam pandangan Marx, Ideologi adalah alat legitimasi, alat menyembunyikan realitas sesungguhnya, atas kondisi-kondisi riil yang dihadapi. Watak ideologi seperti yang dicurigai Marx dan generasinya seperti yang telah dilakukan oleh Kapitalisme. Kapitalisme itu penghisap kaum proletar, Kapitalisme itu salah, kita semua tahu, tapi apa yang bisa kita lakukan?”. Bahwa kita semua jatuh pada sinisme dan kita menganggap bahwa kita hidup dalam dunia yang non ideologis.





Kapitalisme yang tua renta dan liar


Kepitalisme sebagai pemenang laga, seperti yang diramalkan Fukuyama, benar-benar memainkan perannya dengan “baik”. “Baik” dalam artian merebut panggung sejarah dan merawatnya (menjaga) “ status quo” hingga kini. Kepiawaian merangkai empat serangkai dalam menciptakan hegemoni global. Apa empat serangkai tersebut ?. Namun sebelumnya, penting itu menyinggung sekilas tentang asumsi-asumsi dasar kapitalisme.





Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya yang digunakan dalam produksi dan reproduksi barang. Menurut Ayn Rand (1970), capitalism is a social system on the recognition of individual right, including property rights, in which all property is privately owned”. Ada tiga asumsi dasar kapitalisme menurut Ayn Rand, Pertama, Kebebasan individu, Kedua, Kepentingan diri sendiri (Selfishness) dan ketiga, pasar bebas. Kapitalisme adalah sistem yang didesain oleh empat serangakai untuk mengglobalkan modal, mendorong ekspansi komersial melewati batas-batas lokal, nasional dn internasional. Dimitri Mahayana (Dosen ITB) dalam makalahnya “Berhala Globalisme dan Kapitalisme Global” menyebutkan ada empat serangakian yang mendukung kapitalisme Global. Pertama, korporasi-korporasi raksasa dunia yang kapitalis , paling tidak demikianlah menurut David C. Korten, dalam “When Corporations Rule The World”. Dalam simbolisme agama, ini disimbolkan oleh Qarun. Kedua, para penguasa dunia, dalam hal ini adalah Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa yang terkait. Dalam simbolisme agama, ini disimbolkan oleh Fir’aun. Ketiga, para teknokrat, yakni yang telah merancang berbagai sistem globalisme untuk dan demi kepentingan Barat. Sistem ini mengandung PBB dengan Dewan Keamanannya, yang sering bertindak sangat tidak adil. Sistem ini juga mengandung World Bank, IMF, jaringan bank-bank besar di Barat. Uang-uang yang dikumpulkan melewati para penindas di seluruh negara dunia ketiga melewati Bank Swiss misalnya, akan dipinjamkan lagi menjadi utang-utang yang mengikat dan akhirnya merampas kemerdekaan bangsa-bangsa dunia ketiga. Demikian juga uang-uang yang dikumpulkan melalui berbagi perusahaan asuransi tingkat dunia. Agama (khususnya Islam) telah memperingatkan ; haramnya riba . Hak Kreatifitas Intelektual (HAKI) ,- suatu hukum global baru yang sampai diperjuangkan mati-matian oleh Bill Clinton dalam konferensi APEC di Bogor 1994- telah berubah menjadi alat teknokrat globalisme yang kurang masuk di akal. Tempe telah dipatenkan di Amerika , sehingga bila kita akan mengekspor tempe ke Amerika kita mesti ijin kepada yang memiliki patennya dan membayar hak ciptanya. Demikian pula batik Pekalongan dan karya-karya seni yang demikian hebat dari Bali, - si Pulau Dewata yang memiliki kekayaan antropologis tak terhingga. Para teknokrat ini , dalam simbolisme agama, adalah Haman sang teknokrat.


Kelengkapan dari empat serangkai yang menegakkan hegemoni kapitalisme global adalah para intelektual. Dalam simbolisme agama ini adalah Bal’am,yang merupakan figur ulama yang memihak para penindas. Dikembangkan secara besar-besaran wacana-wacana yang memandang dunia dan masyarakat yang penuh kebinekaan ini dengan kacamata tunggal. Yakni globalisasi. Toffler, Naisbitt, Ohmae, dan banyak pemikir lain. Globalisasi, dalam arti lenyapnya batas-batas antar negara, dianggap sebagai keniscayaan alamiah yang tidak pernah mungkin dapat ditolak lagi. Sebagaimana air jatuh ke bumi karena ditarik gravitasi bumi, teknologi modern, - khususnya -,teknologi informasi dan komunikasi menjebol batas-batas antar negara.Tidak ada lagi kendali pemerintah atas segala hal di masyarakatnya. Para pemikir dan intelektual mengeluarkan serangkaian teori-teori dan pandangan yang seolah-olah tidak memiliki alternatif lain.





Kapitalisme telah berubah. Seperti mahluk mutan yang menjadi monster karena terkena limbah beracun dari kotorannya sendiri, kapitalisme semakin brutal dan mengerikan. Aiko Morita, kepala Sony Corporation, berteriak-teriak hingga serak mengingatkan dunia akan bahaya besar terjerumusnya kapitalisme ke dalam limbah beracunnya sendiri, yaitu peralihan dari kapitalisme industri produktif ke kapitalisme jasa keuangan dan spekulasi. Kaum kapitalis raksasa dunia tidak lagi mengabdi pada kapital sebagai industrialis yang menciptakan pekerjaan-pekerjaan dan barang-barang yang bernilai-guna, tapi menggelimangkan diri ke dalam spekulasi pasar uang, pencaplokan perusahaan lewat pasar saham, dan aktivitas yang parasitis lainnya.





Sosialisme yang tak pernah lelah


Kondisi kekinian, instabilitas alam, konflik sosial dinilai sebagai efek bawaan hegemoni kapitalisme. Sejak zaman Marx yang melihat adanya eksploitasi dalam proses produksi, relasi majikan dan buruh yang tidak adil. Kritik juga datang dari sejumlah kalangan, kritik dari pendukung kapitalisme pun muncul, tapi sekedar untuk menyempurnakan sistem kapitalisme yang lebih mapan. Lain halnya dengan generasi Marx yang mengkritik dengan radikal. Setelah runtuhnya Uni Soviet, dan setelahdipimpin oleh Deng Xio Ping dengan corak sosialisme ala China. Ia mengawinkan sosialisme dengan kapitalisme ala barat. Dimana pemerintahan sebelumnya (Mao Zedong) dinilainya membawa China dalam kelaparan, penderitaan dan kesengsaraan. Mungkin seperti lagunya Slank, Makan Ngga' Makan asal ngumpul. Bahkan di masa kekuasaan Sosialisme Proletariat Mao, setiap pelajar punya tiga tugas utama yaitu sebagai Pelajar, Petani dan Sekaligus Tentara. Deng Xio Ping telah berhasil mengubah wajah China dari Sosialisme Diktator Proletariat ke Sosialisme ala China.


 


Panggung Global benar-benar menjadi kontestasi tunggal kapitalisme. Walaupun sejumlah kritik dan pemikiran tetap dinamis dan kontinu dikalangan pengikut Sosialisme, diantaranya adalah Louis Althusser (neo Marxis) melihat, mengapa kapitalisme dapat memproduksi ideologi dan melangsungkan keberadaannya dalam masyarakat, ia melihatnya sebagai mesin yang bekerja dalam masyarakat. Dalam analisisnya ia membedakan antara Repressive State Apparatus (RSA) dan Ideological State Apparatus (ISA) sebagai mesin yang mereproduksi struktur-struktur dalam masyarakat sehingga kelangsungan dan keberlanjutan kapitalisme dapat berlangsung.


RSA sendiri adalah struktur –struktur dalam masyarakat yang berfungsi mempertahankan ideologi secara repressif, RSA mencakup institusi –institusi Polisi, Penjara ataupun tentara, yang menjalankan dan menangkal semua bentuk perlawanan terhadap sistem. Sederhananya RSA berfungsi mempertahakan sistem secara fisik.





Sedangkan ISA bekerja memproduksi dan mereproduksi keberlangsungan sistem dan struktur-struktur dalam masyarakat , ISA bekerja tidak secara represif, ISA beroperasi secara soft, membangun fondasi bagi tersedianya SDM dalam struktur-struktur sistem sehingga berjalan secara ideologis, ISA dapat berbentuk seperti sekolah, gereja (institusi keagaamaan), sistem hukum, dan media. ISA berjalan melalui interpelasi, interpelasi bekerja melalui bahasa dan terjadi ketika individu merasa “terpanggil”, sehingga dapat dikatakan subjek adalah subjek berposisi. Perasaan 'terpanggil” tersebut merupakan proses pembentukan subjek melalui ideologi, subjek dapat mengenali dan memaknai realitas bentukan ideologi dalam suatu konfigurasi yang diproduksi oleh institusi-instititusi ISA.


Althusser sendiri tidak menjelaskan bagaimana bisa seseorang yang merasa “terpanggil”, menoleh. (misalnya saya memanggil kalian, hey anu, maka sontak kalian balik), dengan kata lain pembentukan subjek berposisi tersebut dengan interpelasi dimungkinkan, bagaimana seorang dapat “dirangkul” oleh ideologi atau merasa terpanggil untuk mengisi ruang kosong dalam sebuah sistem dan langsung mengamini ?


Slavoj Zizek mencoba menjawab permasalahan tersebut dengan membagi Ideologi dalam beberapa mode : Doctrine, Belief and Ritual, akan tetapi Zizek dengan sadar bahwa pembagian narasi tentang ideologi tersebut, belum dapat membuka tabir ideologis, dalam tataran doktrin, misalnya apa yang kita percayai sebagai kenyataan masih dihadapakan pada sebuah permasalahan, apa yang baik dan buruk pun menempati suatu posisi yang tak dapat disangkal tak bebas nilai dan akan selalu subjektif.


Dan masih banyak lagi, pemikir-pemikir kiri yang mengeksplorasi lebih jauh tentang tema-tema ideologi, khususnya dalam rangka melakukan kritik terhadap bapak kandungnya “Kapitalisme”. Kita mengenal Mazhab Frankfurt, James Peterson, Foucalt dan lain-lain.





Islam ; Sederhana dan Progresif


Berdeda dengan kedua mainstream ideologi di atas. Islam sendiri jika dipandang sebagai ideologi. Islam bukan lahir dari pandangan materialistik, tidak berdasarkan pada kondisi sosial kemasyarakatan semata, juga tidak terjebak dalam titik ekstrim individualism atau sosialisme. Namun bukan pula jalan tengah dari kedua. Tapi sesuatu yang berdiri sendiri dengan stylenya sendiri. Walaupun dalam banyak hal, ajaran-ajaran politik dan sosial ada yang beririsan dengan spirit sosialisme.


Salah satu perbedaannya yang mencolok adalah, dalam Islam, hukum menduhului masayarakat, sedangkan kedua Ideologi diatas, kejadian yang terjadi dalam masyarakat kemudian dibuatkan dalam suatu mekanisme tertentu, misalnya lembaga demokratis. Ataupun negara. Sejauh yang penulis ketahui, Islam tidak menyepakati model pemerintahan ala Sosialisme-proletariat, ataupun model kapitalisme yang ekstrim pada “pemilikan individu”. Barangkali contoh yang populer untuk saat ini seperti Republik Islam Iran. Menghargai kebebasan individu namun tetap menjaga relasi-relasi sosial yang berkeadilan, dan juga tentunya pro pada tegaknya keadilan di muka bumi, menentang penindasan dalam segala bentuknya.





Namun sejatinya, Jika Islam dipandang sebagai Ideologi maka ia bisa menjadi spirit dan gerak langkah dalam menapaki kehidupan sehari-hari. Tokoh-tokoh kontemporer seperti Asgar Ali Engineering, Ali Syariati, Imam Khomeine dan sejumlah Ideolog dan pemikir-pemikir Islam kontemporer lainnya, adalah sumber inspirasi dan referensi yang dapat menjadi gizi buat adrenalin kita semua. Kesederhanaan sebagai bentuk kritik sekaligus solusi alternatif atas kehidupan kapitalisme yang glamour, keadilan sosial dan kemerdekaan individu sebagai protes atas totalitarianisme sosialisme.


Islam adalah doktrin individu, dan sejumlah aturan-aturan sosial yang mengatur interaksi dalam masyarakat ataupun bernegara. Bahkan mengatur relasi antara individu, masyarakat untuk mengabdi kepada yang immateri (Tuhan) dengan cara-cara yang individu dan sosial (diktum: Untuk kebaikan seluruh alam).





Mengakhiri tulisan sederhana ini saya mengutip cerita AntZ dan A bug’s life. Ada sejenis serangga yang besarnya di antara lalat dan lebah. Serangga ini pada saat bertelur mematuk sejenis ulat, sehingga ulat tersebut pingsan. Ulat tersebut dibuat tidak mati, namun hiduppun tidak. Ketika telur-telur ini menetas, anak-anak serangga itu ramai-ramai memakan ulat yang sedang pingsan tersebut, tanpa merasa dosa sedikitpun, karena mereka tidak mengetahui (tidak melihat sendiri) saat ulat tersebut dipatuk. Ketika anak-anak serangga itu sudah besar dan mau bertelur,mereka mengulangi siklus yang sama. Benarkah bahwa kapitalisme global itu adalah sang serangga ; dan benarkah bahwa kita semua di dunia ketiga adalah ulat yang dipatuk,- yang dibuat hidup segan mati tak mau- yakni dipertahankan sebagai mediocre, semoga kecintaan kita berolahraga khususnya Soccer, tidak menjadi santapan bagi serangga kapitalisme. Dan galau jika tim kesayangannya kalah, hingga mengganggu aktifitas lainnya, jadi benar kan kalau galau itu ideologis ! Entahlah.... mari kita diskusikan bersama :D





Wassalam, WAB, @Alamyin. Parang Tambung, Makassar, 20 April 2012.


Bahan diskusi di Intermadiate Training BEM FMIPA UNM, di Benteng Somba Opu 20 April 2012.





Sumber Inspirasi:



  • Imajinasi Alamyin



  • DR. Dimitri Mahayana (Dosen Jurusan Teknik Elektro ITB), Berhala globalisme dan kapitalisme global.



  • Husain Heriyanto, Kapitalisme Sebuah Modus Eksistensi (Materi Pengantar Diskusi di HMI Cab. Depok).



  • Eko Mukminto, Ideologi dan Realitas dalam Pemikrian Zizek



  • Mohamad Zaki Hussein, Ideologi dan Reproduksi Masyarakat Kapitalis



  • Martin Suryajaya, Dilema Althusser



  • Syamsu Alam; dalam TOR Advanced Training BEM UNM 2006 dan 2007.



  • Syamsu Alam, Wawasan Sosial: overindividualim, overkolektivisme, 2010.



  • Rayuan (Iklan) Afika dan Zizek. Http://www.alamyin.com



  • Kamus Stardict on Linux